11 Kesalahan Mendidik Anak Yang Perlu Dihindari

Setiap keluarga selalu memiliki pola asuh yang berbeda-beda. Gaya parenting biasanya dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dari setiap keluarga dan tingkat pengetahuan orangtua. Antara satu dengan lainnya tidak bisa meniru yang persis sama. Pola asuh atau parenting sebenarnya merupakan suatu proses untuk meningkatkan dan mendukung perkembangan fisik dan emosional seorang anak hingga dewasa. Pola asuh yang diterapkan saat perkembangan anak akan membentuk kepribadian seorang anak nantinya.

Terdapat beberapa gaya parenting yang berbeda. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, pola asuh pun didefinisikan dan dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Terdapat pola asuh yang dianggap terbaik sehingga mampu membentuk kepribadian anak yang baik. Namun, ada pula pola asuh yang dianggap menyumbang hadirnya pribadi yang kurang baik bahkan menumbuhkan inner child negatif seorang anak.

Berikut beberapa pola asuh yang dianggap menyumbangkan kepribadian yang negative, kesalahan mendidik anak yang perlu dihindari.

1.      Permissive Parenting

Permissive parenting atau pola asuh yang bersifat membebaskan apa yang menjadi kemauan anak. Orangtua terkesan membiarkan apapun yang dilakukan oleh anak tanpa memberikan batasan aturan yang jelas. Ciri dari tipe parenting ini adalah orangtua sangat longgar dalam menerapkan aturan dan disiplin kepada anak. Namun, di sisi lain orangtua juga tidak memberikan tuntutan terlalu tinggi terhadap anaknya. Kelebihan gaya parenting seperti ini adalah anak yang lebih kreatif dan memiliki inisiatifnya sendiri. Sedangkan kelemahannya, anak tidak memahami batasan aturan yang berlaku di masyarakat, bersikap egois, dan tidak disiplin. Ada dampak besar yang akan terjadi di masa depan seperti remaja yang tidak tahu tata krama yang suka mengganggu orang lain, pelanggaran hukum, hingga kasus kriminal berat.

2.      Uninvolved Parenting

Uninvolved parenting adalah gaya parenting dimana orangtua cenderung selalu bersikap acuh tak acuh terhadap anaknya. Pola asuh seperti ini memiliki ciri kurangnya kehangatan keluarga, masing-masing anggota keluarga yang acuh tak acuh antara satu dengan lainnya. Tipe parenting ini banyak terjadi pada keluarga yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi. Akibat dari penerapan pola asuh yang seperti ini adalah anak yang sering merasa takut, gelisah, dan mudah stres karena kurangnya dukungan dari orangtua. Mengutip dari website Cornell University, anak yang dibesarkan secara acuh tak acuh oleh orangtuanya cenderung bersikap lebih impulsif, egois, dan sulit berpikir panjang.

3.      Neglectful Parenting

Gaya parenting pun ada yang sembrono atau tidak berhati-hati. Tipe parenting ini hampir sama dengan uninvolved parenting karena mengabaikan emosi dan opini pada anak-anak mereka. Segala yang terjadi dalam keluarga tanpa melalui aturan yang jelas dan orangtua juga cenderung tidak tanggap terhadap keinginan dan tuntutan anak. Anak-anak yang dibesarkan secara sembrono seperti ini akan tumbuh menjadi pribadi kurang disiplin, abai dengan lingkungan sekitarnya, bahkan harus dewasa sebelum waktunya.

4.      Authoritarian Parenting

Authoritarian atau otoriter merupakan pola asuh yang selalu menjadikan orangtua sebagai pusatnya. Orangtua menerapkan aturan yang sangat ketat disertai hukuman yang keras. Anak-anak hanya sedikit atau sama sekali tidak diberikan pemahaman. Pola komunikasi yang baik antara orangtua dengan anak juga hampir tidak ada. Kebanyakan orangtua yang masih menerapkan gaya parenting ini memilih untuk bersikap tidak ramah kepada anak-anaknya. Kalimat sakti yang sering digunakan orangtua bertipe otoriter adalah “dulu waktu ibu/ayah seusiamu, ibu/ayah sudah bisa ….”. Hal ini bisa mengakibatkan anak tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri, pendiam, introvert, hingga kurang berprestasi di sekolah.

5.      Parenting Narsistik

Narsistik berasal dari Bahasa Inggris, Narsisme. Narsisme merupakan suatu gangguan kepribadian yang berarti rasa mencintai diri sendiri secara berlebihan. Parenting narsistik ini anak-anak dituntut untuk mencapai impian dan cita-cita orangtuanya yang belum kesampaian. Kadang orangtua dengan tipe pola asuh seperti ini merasa bahwa kehadiran anaknya merupakan pesaing baginya. Anak-anak akan sulit untuk mengekplorasi minat dan potensi mereka sendiri.

6.      Helicopter Parenting

Helicopter parenting atau overparenting merupakan parenting yang berlebihan. Orangtua selalu terlibat langsung dalam setiap aspek kehidupan anak. Bahkan ketika anak mengalami kesulitan, orangtua akan siap hadir untuk menyelesaikan masalah mereka. Hal ini membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak mandiri, tidak memahami kesalahan, dan konsekuensi akibat perbuatannya.

7.      Hyperparenting

Beberapa orangtua terbiasa untuk memberikan kontrol yang berlebihan dengan tujuan anak bisa mencapai hasil yang terbaik. Tujuan utamanya adalah anak menjadi yang terbaik diantara teman-temannya. Orangtua beranggapan bahwa anak harus memiliki segudang aktivitas untuk menunjang tujuannya menjadikan anaknya pintar dan sempurna. Kelemahannya, anak menjadi sangat sibuk dan tidak bisa memiliki kegiatan seperti yang seharusnya dilakukan anak-anak. Hal ini berdampak anak menjadi kurang berkembang, merasa kesulitas bersosialisasi, hingga merasa cepat stres.

8.      Toxic Parenting

Toxic parenting atau parenting meracuni, merupakan keadaan dimana orangtua bukan tampil sebagai pribadi yang mengayomi anak-anaknya tetapi malah memperlihatkan perilaku yang buruk. Mereka sering melakukan kekerasan kepada anak baik secara fisik maupun verbal. Orangtua yang menjalani pola asuh seperti ini biasanya masih menyimpan luka di masa lalu, pengalaman traumatis, dan disfungsi keluarga atau bahkan memiliki gangguan mental sehingga membawanya kembali ketika berkeluarga. Jika hal ini yang terjadi, bukan tak mungkin toxic parenting yang terjadi dalam keluarga. Mungkin setiap orangtua yang bertindak keras seperti ini sebenarnya mencintai anaknya, tetapi caranya yang salah. Perlu diketahui pula bahwa pola asuh ini bisa menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan jiwa anak-anak.

9.      Jellyfish Parenting

Jellyfish parenting prinsipnya sama dengan permissive parenting. Orangtua tidak menetapkan aturan yang ketat dan cenderung longgar. Setiap terjadi konfrontasi, orangtua memilih untuk mengalah untuk menghindari konfrontasi lebih lanjut. Dampak buruk dari pola asuh seperti ini adalah anak mengalami kesulitan bersosialisi, lemah dalam bidang akademis, hingga sering melakukan tindakan konfrontatif dan terlibat pada perilaku beresiko ketika dewasa.

10.  Tiger Parenting

Parenting ala macam merupakan tipe pola asuh yang sangat keras kepada anak. Anak-anak dituntut bisa memenuhi semua keinginan orangtua, mencapai kesuksesan di segala bidang khususnya bidang akademis. Untuk mencapai keinginannya, orangtua akan menetapkan aturan yang keras dan ketat. Mereka menerapkan kedisiplinan yang ketat, mengontrol semua aspek kehidupan anak, dan mendidiknya dengan keras. Anak hampir tidak bisa menentukan minat dan keinginannnya sendiri. Pola asuh seperti ini berdampak pada tinggi tingkat stres pada anak, rasa kurang percaya diri, dan anak mudah mengalami kecemasan.

11.   Elephant Parenting

Gajah memang dikenal sebagai hewan yang penuh kasih sayang kepada anaknya. Tipe parenting ala gajah ini menggambarkan orangtua yang selalu tanggap terhadap segala kesulitan anaknya. Setiap anak mengalami permasalah, orangtua dengan sigap menyelesaikan masalah supaya anaknya terlepas dari kesulitan. Mereka juga cenderung menyayangi anaknya secara berlebihan. Hal ini bisa berdampak pada anak-anaknya yang kesulitan menyelesaikan masalahnya sendiri kelak. Anak-anak yang diasuh dengan cara ini cenderung memiliki daya saing yang rendah tetapi juga kurang mengetahui batasan peraturan yang benar.

Demikian sebelas tipe parenting yang menyumbang kepribadian negatif ketika anak-anak dewasa kelak yeng merupakan kesalahan mendidik anak yang perlu dihindari. Termasuk yang mana gaya parenting yang Anda anut selama ini? 

Ratna Pillar