Beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial seorang ibu menghitamkan sekitar mata anaknya yang sedang tidur hingga menyerupai mata panda. Tujuannya adalah memberikan efek jera kepada si anak yang kecanduan bermain handphone. Saat terbangun, anaknya terkejut dan menanyakan kenapa matanya menghitam. Kemudian, si Ibu mengatakan bahwa mata  yang hitam adalah akibat anaknya terlalu banyak bermain handphone. Hal ini membuat anaknya menangis dan menyesal telah bermain handphone.

Cara yang dianggap unik ini ditiru banyak ibu lainnya karena dianggap memberikan hasil positif karena Sang Anak segera menyesali kebiasaannya terlalu sering bermain handphone. Namun, sebetulnya apakah cara seperti ini sudah benar dan memang bisa memberikan efek jera atau hanya memberikan efek sementara saja? Di sisi lain yang tak kalah pentingnya, bagaimana dampak psikologisnya bagi anak-anak yang ditipu untuk memberikan efek jera seperti itu.

Cara seperti membuat mata anak hitam karena mainan HP ketika tidur sebagai cara untuk mengatasi kecanduan handphone ternyata merupakan sebuah bentuk kebohongan sekaligus memberikan rasa takut kepada anak. Cara seperti memang secara instan mampu mendisiplinkan anak. Tetapi cara ini bukan cara yang baik dan benar.

Menurut psikolog anak, Mira Amir dalam CNNIndonesia.com, cara mendisiplinkan anak dengan cara membohongi anak tentu tidak direkomendasikan. Membohongi anak bukanlah cara berkomunikasi yang baik dengan anak. Salah satu efek negatif membohongi anak adalah anak menjadi sulit untuk kembali mempercayai orangtuanya. Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, efek berbohong kepada anak memang bisa saja ringan dan bersifat sementara. Sehingga dampaknya kadang tidak terasa. Namun, terdapat beberapa resiko yang mungkin terjadi di kemudian hari. Beberapa resiko yang mungkin dialami oleh anak yang sering dibohongi adalah sebagai berikut:

1. Anak meniru kebiasaan orangtuanya berbohong

Anak merupakan peniru ulung sedangkan orangtua adalah role model bagi anak. Ketika orangtua memiliki kebiasaan berbohong kepada anaknya, meskipun dengan tujuan mendisiplinkan anak. Hal ini lambat laun akan ditiru oleh anak. Dalam kasus ibu menghitamkan mata anak, ketika anaknya mengetahui bahwa ia sedang dibohongi, bisa jadi suatu saat ia aka menirukan kebiasaan orangtuanya berbohong.

2. Anak menjadi rentan stres

Berbohong memang bisa menjadi solusi instan menghadapi anak. Tak jarang orangtua hanya memperlihat hal baik saja

3. Anak belajar bahwa berbohong memberikan konsekuensi yang baik

Semboyan katakanlah benar meskipun pahit memang ada benarnya. Ketika terbiasa berbohong, maka hanya hal baik saja yang nampak, sedangkan hal buruk tertutupi kebohongan. Anak akan belajar tentang hal ini. Lebih baik berbohong daripada mengucapkan keburukan yang benar. Seperti hal nya ketika mata anak dihitamkan, padahal tidak ada masalah di matanya ketika terlalu banyak bermain handphone. Namun,

4. Anak membentuk persepsi yang salah terhadap sesuatu

Dengan mata menghitam dan diberitahu jika hal tersebut adalah akibat bermain handphone, anak bisa membuat persepsi yang salah tentang handphone, misalnya handphone bisa membuat sakit. Padahal handphone hanyalah salah ppsatu alat komunikasi.

Selain berbohong, tindakan menghitamkan mata anak juga termasuk menakut-nakuti anak. Anak bisa merasa terancam dan menimbulkan trauma. Meski memberikan rasa takut bisa secara cepat mendisiplinkan anak, tetapi cara instan ini menyimpan berbagai dampak negatif di kemudian hari

Beberapa dampak negatif dari memberikan rasa takut adalah sebagai berikut:

1. Anak memiliki rasa percaya diri yang rendah

Rasa takut yang selalu ditanamkan kepada anak-anak memang bisa memberikan efek jera. Namun hal ini bisa menurunkan rasa percaya dirinya. Rasa takut salah membuat ia tidak mempercayai dirinya mampu melakukan sesuatu

2. Anak tumbuh menjadi pribadi penakut dan sulit membuat keputusan

Ketakutan yang diberikan kepada anak bisa selama tersimpan di memorinya. Apabila anak selalu ditakut-takuti, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang penakut dan tidak berani mencoba hal baru. Apalagi ketika harus membuat sebuah keputusan penting, rasa takut membuat kesalahan akan menyulitkan untuk membuat keputusan.

3. Anak sulit untuk memiliki inisiatifnya sendiri

Anak yang terlalu sering ditakuti biasanya tidak memiliki inisiatifnya sendiri. Semua keputusan bergantung kepada orang lain misalnya orangtuanya. Hal ini karena anak merasa bahwa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu.

4. Anak cenderung tidak berani menghadapi masalah

Katakutan yang tertanam menyebabkan anak tidak berani melakukan apapun. Termasuk tidak berani dalam menghadapi masalah.

5. Anak mengalami trauma

Rasa takut yang berlebihan membuat anak merasa trauma. Hal ini sangat berpengaruh pada kehidupannya kelak.

Memang ada kalanya orangtua perlu mendisiplinkan anak. Setiap orangtua pasti memiliki aturan masing-masing. Adanya aturan membuat orangtua juga harus menegakkan aturan kepada anak. Cara yang baik dan mengedepankan komunikasi dengan anak adalah yang terbaik bukan dengan mata anak hitam karena mainan HP.

Semua pola pengasuhan dan pendidikan tidak ada yang bisa memberikan hasil instan. Butuh kesabaran orangtua dalam membentuk kedisiplinan anak. Banyak cara-cara baik dalam mendisiplinkan anak tanpa perlu membohongi dan memberikan ancaman kepada anak.


Ratna Pillar