Tidak Ada “Gading atau Gisella” Yang Tak Retak

Oleh Intan Maria Lie

Ruangpulih.com

Inner Healing For Better Leaving

 

“Dan akhirnya mereka berbahagia selama-lamanya”, bagi para wanita khususnya yang lahir di tahun 70an - 90an pernahkah mendengar tentang kalimat ini?. Kalimat ini ada pada cerita Cinderella. Dongeng memberikan efek yang sangat luar biasa pada bawah sadar kita. Saya senang sekarang cerita Cinderella berubah menjadi frozen, cerita unik perjalanan Elsa dan Anna. Kebahagiaan wanita menjadi ada dua pilihan bersama pria yang dicintainya atau dalam kesendirian. Saat wanita sudah selesai dengan dirinya, perjalanan bersama pasangan ataupun sendiri akan terasa sama-sama menarik.

Tidak mudah memang untuk bertumbuh dalam pernikahan. Butuh komitmen dan cinta yang tak bersyarat.

Kembali ke pernikahan Gading dan Gisella ya,

Cinta mereka menjadi begitu terlihat sempurna karena paras dan fisik mereka sempurna di layar kaca. Selayaknya cinta dalan negeri dongeng yang sempurna, Gadingpun melamar Gisella pada sebuah acara live di TV. Saat itu Gading datang dengan tiba-tiba dan memberikan tulisannya pada Gisella.

You had me at hello

I don’t know much

But

I know

I love you

All of my doubt

Suddenly goes away somehow

I’ll give you

My best love

Promise

So…

Will you be my future?


Inilah yang terjadi kepada kebanyakan orang tentang makna cinta. Cinta seringkali dirasakan hanya pada awal yang membuat hormon bergejolak. Cinta yang kerap diketahui saat “jatuh cinta. Ketika rasa dan gejolak itu mulai memudar dan perlu untuk “bangun cinta”, gading yang retak itu mulai tampak.


Teori psikologi cinta dari Erich Fromm menggambarkan bahwa saat kita dilahirkan ada sebuah perasaan dari melekat bersatu menjadi berpisah. Proses ibu melahirkan adalah satu menjadi dua. Jika perpisahan dengan orang tua ini tidak dibangun dengan pembentukan kemandirian, atau innerchild tidak terasuh dengan baik maka periode selanjutnya akan lebih sulit. Periode selanjutnya adalah pernikahan. Saat menikah, dua menjadi satu.

Sayangnya jika hal in tidak disadari, diselesaikan dan dijadikan waspada pada hubungan selanjutnya. Pola terluka akan terus berulang pada hubungan selanjutnya. Anak kecil yang terluka didalam diri minta untuk diasuh, diperhatikan dan hadir dengan makna yang baru. Itulah kenapa “Inner Love Healing” sangat diperlukan untuk jiwa dengan luka innerchild sebelum memulai hubungan. Kesadaran akan luka atau “gading” yang retak didalam diri yang dapat menggores pasangan perlu untuk dikenali dan dijaga dengan kesadaran. Jika kita benar-benar mencintai seseorang, kita akan menjaga diri kita untuk tidak melukai orang yang kita sayang. Atau masihkah kita berproses mencintai diri dengan begitu besar untuk menyembuhkan luka dan berharap orang lain akan menyembuhkan dan menjadi jawaban sebagai pain killer kita?    

Kesadaran akan luka innerchild yang perlu dirawat. Luka yang perlu untuk diasuh jangka panjang dengan teknik-teknik self parenting. Jika diri masih terluka begitu kuat, merawat luka pasangan akan sangat berat. Itulah kenapa kalimat “Pergilah kasih, kejarlah keinginanmu!” menjadi jawaban untuk kebahagiaan bersama. Dengan Pergi, diri dan pasangan setidaknya tidak akan saling melukai lagi.

Pada puncak dari luka innerchild yang tidak diri selesaikan ini akan membawa pada sebuah pelarian jiwa yang akan tidak kunjung selesai. Kesadaran diri adalah kunci pemulihan jiwa. Kesadaran akan kesalahan dan bertanggung jawab atasnya lanjut dengan mengalahkan kesombongan diri. Pernikahan dengan pertengkaran yang melelahkan membuat diri memutuskan perpisahan menjadi jalan keluarnya. Pernikahan Gading dan Gisella akhienya berakhir.

Semoga tercapai (Tercapai) segala keinginanmu

Aku rela berpisah demi untuk dirimu

Jangan hiraukan diriku

Selagi masih ada waktu (Pergilah, kasih)

Pergilah, kasih, kejarlah keinginanmu

 

Kau tinggalkan daku

Lupa segala yang pernah kau ucapkan

'Tuk mencari kesombongan diri

Tak 'ku sangka begitu cepat berlalu

 

Sekian lamanya kita berdua

Kau tinggalkan begitu saja

Kisah cinta yang suci ini

Tak pernah 'ku sangka ini terjadi

Cinta dapat menyembuhkan tetapi juga dapat menghancurkan. Jiwa saya mengarahkan untuk membuka channel youtube yang menayangkan pernikahan Gading dan Giselle di Uluwatu Bali. Bagaimana mungkin pernikahan Gading dan Gisella yang begitu romantis dan jarang diterpa issue yang tidak sedap ini kandas? Jawabnya pada sebuah video lanjutan dimana Gading menyanyi “Pergilah kasih kejarlah keinginanmu! Selagi masih ada waktu. Jangan hiraukan diriku. Aku rela berpisah, demi untuk dirimu. Semoga tercapai segala keinginanmu”. Lagu ini menarik, coba kita cermati keseluruhan syairnya ya.

Orang dengan innerchild terluka tidak mampu untuk melihat luka innerchild pasangan bahkan merawatnya. Itulah kenapa setelah bercerai saya memilih mengolah “kesadaran diri” di Bali dan duduk juga merawat luka itu. Mindfulness dengan yoga dan meditasi dan terapi pikiran juga perliaku, berkomunikasi pada bawah sadar kita akan membantu untuk penyembuhan luka jiwa antar pasangan. Semua proses ini akan saya share pada acara saya di Bali “Inner Love Healing” bersama Psikiater,teman baik saya saat valentine nanti. Luka yang bernanah dan makin berat karena pernikahan ini menjadi permasalahan mental yang serius perlu diperbaiki.

Konflik-konflik yang tidak terselesaikan semakin memuncak. Pembenaran-pembenaran terhadap sikap diri semakin tinggi dan melihat pasangan yang salah. Tidak ada diri yang tak retak itu semakin terlihat untuk melindungi diri karena permintaan sembuh dari luka ke pasagan tidak terpenuhi. Selayaknya gading yang lancip itu berbalut egoisme menusuk pasangannya dengan pembenaran-pembenaran diri. Pernikahan dengan pertengkaran terus menerus menjadi berat untuk dijalani

Kebanyakan konflik-konflik ini tidak terselesaikan. Beberapa orang memilih untuk menghindari keributan dengan mengalihkan bukan mencoba memahami dan memberikan cinta tanpa syarat untuk kelanggengan hubungan. Mereka mencoba berobat kepada yang lain, entah itu kesibukan pekerjaannya, petualangan sex, kisah cinta yang baru atau semacam pembuktian pembenaran dari sudut pandang berbeda yang ada dalam konflik. Semua cara itu hanyalah sebuah pain killer sementara dari luka innerchild itu.

Orang dengan innerchild yang terluka, punya pasangan akan menagih dan meminta bahkan mengemis kepada pasangannya. Jika pasangan ini penuh kasih sayang dari orang tua, ia akan mampu memberikan minum bagi yang dahaga cinta. Yang parah adalah saat pasangan juga terluka dan dahaga cinta, maka pasangan akan juga menagih dan meminta bahkan mengemis untuk diperhatikan, dipahami dan dimengerti.

Disini peran kesadaran perlu sekali. Orang dengan luka sulit untuk sadar, karena mereka seperti “sakaw” atau “love hunger” itulah kenapa saya menggunakan pendekatan mindfulness untuk membawa seseorang berani melihat luka dan merawatnya.

Tidak mudah mencintai saat kita sendiri terluka dan membutuhkan seseorang untuk membalut luka itu dengan cinta. Ini yang terjadi saat konflik pernikahan terjadi. Konflik kecil biasanya tidak akan menjadi masalah ketika masalah utama terselesaikan yaitu keuangan, kecenderungan sex, spiritual dan cita-cita sudah ada serangkaian komitmen di awal. Konflik kecil ini kadang akan memicu memori bawah sadar dari luka masa kecil yang minta untuk disembuhkan.

Sayangnya, pernikahan yang berakhir biasanya karena banyak orang membayangkan menikahi gambar ideal dirinya untuk menutup luka masa kecilnya. Itulah mengapa perjalanan pernikahan ini sebagai sebuah perjalanan spiritual diri. Panggilan melayani dan mencintai tanpa syarat terhadap pasangan kita. Ini yang saya pelajari dari kegagalan pernikahan saya. Pernikahan dengan pertengkaran terus menerus akan sangat melelahkan.

Bagaimana mungkin dua dapat menjadi satu? Bayangan tentang Gading atau Gisella yang sempurna biasanya tercipta diawal perkenalan. Dan dalam kelebihan dan kesempurnaan itu mereka jatuh cinta dan ingin saling memiliki juga tidak ingin berpisah. Pernikahan Gading dan Gisella diuji saat dua menjadi satu, mampukah konflik terjembatani dengan komunikasi?

Share via Whatsapp
Share via Facebook